Bitung – Media, Ungkapberita com, Kasus dugaan kekerasan fisik yang dialami Lenny Manueke, warga Kota Bitung, Sulawesi Utara, hingga kini belum menemui titik terang. 10/08/2025
Laporan yang dibuat pada 3 Juni 2016 di Polsek Matuari itu diduga didiamkan oleh aparat penegak hukum di Polres Bitung.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Peristiwa bermula ketika Lenny terlibat cekcok terkait sengketa tanah dengan seorang perempuan berinisial Grace Ngantung, yang diketahui berprofesi sebagai advokat atau pengacara.
Berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/87/VI/2016/Res Btg/Sektor Matuari, sekitar pukul 20.30 Wita, Lenny bersama Marina Fauzi dan Robert Runtuwu mendatangi lokasi tanah milik orang tua Marina.
Marina meminjam ponsel Lenny untuk menghubungi nomor yang tertera pada papan bertuliskan “Tanah ini dijual”.
Panggilan tersebut justru memicu perdebatan panas antara Marina dan seorang perempuan yang kemudian diketahui adalah Grace Ngantung.

Tak lama berselang, Grace mendatangi lokasi dan melakukan pemblokiran jalan.
Ketegangan memuncak ketika Lenny, Marina, dan Robert menuju Polsek Matuari untuk melaporkan pemblokiran tersebut.
Di tengah perjalanan, Grace diduga menghampiri dan menendang kepala Lenny dari arah kanan hingga korban terjatuh ke posisi duduk di jalan. Ironisnya, aksi ini terjadi di depan suaminya, lelaki bernama Ona.
“Saya merasa terancam dan dipermalukan. Tindakan ini sudah di luar batas,” ungkap Lenny kepada awak media.
Kasus ini awalnya ditangani Polsek Matuari, kemudian dilimpahkan ke Polres Bitung.
Namun, hingga kini Lenny mengaku tidak pernah mendapat kejelasan perkembangan perkara.
Bahkan, hasil visum yang dibuat saat kejadian disebutnya masih tertahan di rumah sakit dan belum diambil oleh penyidik.
Lenny juga mempertanyakan alasan di balik mandeknya penanganan kasus tersebut.
“Apakah karena pelaku adalah seorang pengacara sehingga perkara yang saya laporkan tidak bisa diproses hukum ????
Atau karena saya warga miskin yang tidak punya apa – apa, sehingga kebenaran dan keadilan saya tidak bisa dapatkan di Kepolisian Resor Bitung ???
Saya hanya meminta keadilan, yang sampai sekarang sejak 2016 saya laporkan, tapi belum ada kejelasan,” tegasnya.
Korban berharap aparat kepolisian segera mengambil hasil visum tersebut dan memproses pelaku sesuai hukum yang berlaku.
“Apalagi pelaku adalah seorang pengacara, seharusnya paham dan taat hukum, bukan malah melanggar, ” ungkap Lenny.
Lebih lanjut, Lenny meminta agar empat laporan yang sebelumnya telah ia buat di kepolisian segera diproses sesuai hukum yang berlaku.
“Mohon diproses hukum bagi yang sudah saya laporkan, agar ada keadilan bagi saya.
Mengingat semua laporan saya tidak ada yang diproses lebih lanjut, justru laporan para pelaku yang saya laporkan kasus mereka diproses secepatnya, dan saya malah ditetapkan jadi tersangka diduga tidak sesuai dengan prosedur hukum.
Padahal laporan saya lebih dulu masuk ke pihak berwajib.Ini menjadi tanda tanya besar bagi saya, kenapa pihak kepolisian diduga ada tebang pilih dalam perkara saya ini, ” tutup Lenny.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal LSM Kibar NM Yohanes Missah menilai penanganan kasus tersebut mencederai rasa keadilan masyarakat.
“Kalau benar kasus ini sengaja didiamkan hanya karena pelakunya seorang pengacara atau karena korban orang kecil yang tak punya kuasa, maka ini bukan lagi sekadar kelalaian, tetapi pelecehan terhadap prinsip persamaan di hadapan hukum.
Aparat yang membiarkan kasus ini berarti ikut menampar wajah hukum itu sendiri.
Kami menuntut Kapolres Bitung turun tangan langsung dan memastikan tidak ada tebang pilih dalam penegakan hukum,” tegas Yohanes.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak kepolisian maupun terlapor oknum pengacara belum memberikan keterangan resmi terkait pemberitaan ini.(LI.79)